Rohingya
Kaum Rohingya adalah salah satu kaum minoritas di Myanmar. Mayoritas dari orang Rohingya beragama Islam, berbeda dengan mayoritas orang Myanmar yang beragama Buddha. Myanmar juga tidak mengakui kewarganegaraan kaum Rohingya. Mereka dianggap orang asing dan migran yang baru datang dari Bangladesh pada tahun 1980an. Padahal, jejak kaum Rohingya di Myanmar dimulai sejak abad ke-16. Karena ketiadaan status yang jelas ini, kaum Rohingya menjadi target penganiayaan secara sistematis oleh pemerintah Myanmar.
Penganiayaan ini makin menjadi-jadi pada tahun 2012, menyusul pemerkosaan seorang perempuan Budha oleh sekelompok Rohingya Muslim dan yang diikuti oleh kerusuhan antara kaum Budha dengan kaum Rohingya. Sejak saat itu, lebih dari 120 ribu orang Rohingya telah melarikan diri dari Myanmar. Mereka menggunakan sampan dan kapal untuk mengungsi ke Asia Tenggara (Thailand, Malaysia, dan Indonesia) dan Australia. Krisis pengungsi Rohingya ini makin meningkat tahun ini, dimana tercatat ada 25 ribu orang Rohingya yang mengungsi dari Myanmar pada bulan Januari-Maret 2015. Dari 25 ribu pengungsi ini, diperkirakan hanya 3 ribu orang saja yang telah diselamatkan dan sampai ke darat, sementara sisanya masih terombang-ambing di laut tanpa makanan ataupun air dan tidak ada negara yang mau menampung mereka. Setidaknya tiga ratus orang pengungsi telah meninggal dunia di dalam perjalanan. Sampai saat ini, krisis ini masih belum menemukan jawabannya.
Israel, umat Allah, juga sering mengungsi dan hidup sebagai orang asing di negeri lain. Abraham mengungsi ke Mesir ketika kelaparan melanda Kanaan (Kej 12:10). Ishak mengungsi ke Gerar, tempat orang Filistin (Kej 26:1). Bangsa Israel, keturunan Yakub, mengungsi ke Mesir dan tinggal disana selama 430 tahun (Kej 47:27). Yusuf dan Maria menyingkir ke Mesir untuk menghindari ancaman Herodes (Mat 2:14). Karena itu, hidup sebagai orang asing bukanlah hal yang asing bagi umat Allah. Sebuah literatur Kristiani di abad ke-2 menulis demikian, “Bagi orang Kristen, setiap tanah asing itu seperti kampung halaman mereka, dan kampung halaman mereka seperti tanah yang asing.” (Epistle to Diognetus) Dengan kata lain, umat Kristiani tidak diidentifikasikan oleh kewarganegaraannya, karena kewargaan kita adalah dari surga (Fil 3:20). Karena itu, gereja dipanggil untuk mengasihi setiap kaum tanpa terkecuali, tanpa memandang dari mana kewarganegaraan mereka. Krisis Rohingya sepatutnya mengundang doa ratap kita, yang hidup di kawasan yang tidak menunjukkan rasa kemanusiaan terhadap puluhan ribu orang yang terombang-ambing di tengah laut. Tuhan kasihanilah! (SH)