SEKILAS TENTANG PENTAKOSTA
Di suatu tempat di Yerusalem, 120 orang murid Tuhan Yesus bersama-sama berkumpul dan berdoa untuk menantikan janji Allah digenapi. Mereka menantikan penggenapan kata-kata Tuhan Yesus, “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.” (KPR 1:8). Dapat dikatakan, ayat ini merupakan kerangka dasar atau sudut pandang Lukas dalam menyusun kitab ini. Penyelidikan lebih lanjut menunjukkan bahwa 28 pasal kitab Kisah Para Rasul merupakan pengembangan dan pemaparan dari ayat ini. Melalui alur yang terus berkembang, Lukas dengan terampil memaparkan bagaimana kuasa Roh Kudus itu memampukan murid-murid Tuhan Yesus (khususnya Petrus dan Paulus) menjadi saksi di Yerusalem (3:1-7:60), Yudea dan Samaria (8:1-11:18), bahkan sampai ke ujung bumi (13:1-28:31).
Selain alur yang terjalin begitu rapi, keindahan dan signifikansi kitab Kisah Para Rasul juga terletak pada pemaknaan peristiwa Pentakosta. Dalam Perjanjian Lama, Pentakosta sama sekali tidak berkaitan dengan pencurahan Roh Kudus, apalagi karunia lidah dan penyembuhan ilahi. Dalam pemahaman Yudaisme, Pentakosta, sesuai dengan namanya, adalah hari kelima puluh setelah umat Israel merayakan Paskah. Hari raya ini disebut juga dengan istilah hari raya Tujuh Minggu atau khag syavu’ot (Kel 34:22; Ul 16:9-12). Setelah Paskah, selama tujuh minggu penuh, orang Israel menuai jelai, gandum, dan hasil panen lainnya. Pada hari kelima puluh, mereka bersukaria dan mempersembahkan hasil sulung ladang mereka kepada Allah Yahweh sebagai ungkapan syukur. Oleh karenanya, hari itu juga disebut sebagai khag haqqatsir (hari raya menuai) dan yom habbikkurim (hari buah bungaran). Hari ini merupakan satu dari tiga hari raya besar dimana setiap laki-laki Israel harus datang beribadah ke hadirat TUHAN.[1] Tidak heran Lukas mencatat bahwa pada hari Pentakosta “. . . di Yerusalem diam orang-orang Yahudi yang saleh dari segala bangsa di bawah kolong langit.” (KPR 2:5). Mereka datang dari berbagai pelosok negeri untuk beribadah kepada Allah Yahweh.
Menariknya, Lukas tidak sekedar mencatat peristiwa Pentakosta dalam pengertian Yudaisme. Lukas memberikan sebuah perspektif yang baru mengenai hari raya tersebut. Pada hari raya ini, Roh Kudus dicurahkan dan tiga ribu orang bertobat atas pemberitaan Injil. Inilah yang menjadi cikal bakal terbentuknya gereja mula-mula. Lukas secara tidak langsung memberikan sebuah pemaknaan rohani atas hari raya Pentakosta ini. Jika dulu orang Israel mempersembahkan hasil sulung panen mereka kepada Allah berupa jelai dan gandum, maka sekarang hasil yang dipersembahkan adalah berupa jiwa orang yang diselamatkan karena pemberitaan Injil. Dengan demikian, tesis Lukas jelas terlihat: Pentakosta dalam Perjanjian Baru merupakan kelanjutan dari Pentakosta dalam Perjanjian Lama; Gereja yang terdiri dari orang Yahudi dan non-Yahudi merupakan kelanjutan dari Yudaisme; Gereja yang bersaksi tentang Injil Kristus dengan kuasa Roh Kudus (yj).
[1]Hari raya Paskah, Tujuh Minggu (Pentakosta), dan Pondok Daun (Kel 23:14-19; Ul 16:1-17)