TANAH
“Tanah itu akan memberi hasilnya, dan kamu akan makan sampai kenyang dan diam di sana dengan aman tenteram.” (Imamat 25:19)
Dalam kotbahnya pada hari Minggu yang lalu, Pdt Paulus Hartono menyebut nama Pdt Sugianto yang saat ini dipenjara oleh karena membela para petani di satu daerah di Sumatera dalam kasus sengketa tanah. Pdt Sugianto sendiri adalah pendeta dari Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS). Beliau selama ini mendampingi para petani dalam memperjuangkan hak-hak mereka atas tanah mereka yang ‘dirampas’ oleh satu perusahaan. Beliau ditangkap pada tanggal 12 Oktober 2016 dengan tuduhan telah menghasut petani untuk melawan dan menduduki lahan perkebunan tebu perusahaan tersebut.
Dalam masyarakat agraria, ‘tanah’ bukanlah sekedar obyek fisik atau komoditas yang nilainya bisa ditukar begitu saja dengan uang. Tanah menyangkut penghidupan, dimana kehidupan masyarakat tersebut bergantung kepada apa yang dihasilkan oleh tanah tersebut. Ada relasi yang organik antara masyarakat agraria dengan tanah yang ditinggalinya. Dalam masyarakat Israel kuno, misalnya, kata untuk ‘manusia’, yaitu adam, berasal dari kata untuk ‘tanah’, yaitu adamah, seperti yang diilustrasikan dalam kisah penciptaan Adam, dimana “TUHAN Allah membentuk manusia (adam) itu dari debu tanah (adamah).” (Kejadian 2:7).
Peran tanah sebagai bagian yang tak terpisahkan bagi identitas masyarakat Israel kuno juga ditunjukkan dalam perayaan tahun Yobel, dimana salah satu ketentuan di dalam perayaan tahun Yobel adalah pengembalian tanah kepada setiap pemilik awalnya, yang mungkin telah kehilangan tanahnya di tahun-tahun sebelumnya oleh karena hutang atau sebab-sebab yang lain (Imamat 25:13-28). Karena tanah adalah satu-satunya sumber penghidupan masyarakat Israel kuno (terkecuali suku Lewi yang tidak memiliki tanah dan dikhususkan untuk melayani di bait Allah, dan karena itu mereka menerima persembahan dari suku-suku yang lain), orang yang tidak memiliki tanah sama saja dengan kehilangan jati dirinya sendiri.
Konflik tanah semakin meluas di Indonesia. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat bahwa pada tahun 2016 terjadi 450 konflik tanah yang melibatkan 1,26 juta hektar lahan konflik, dimana angka tersebut 2 kali lebih banyak dari luas tahun sebelumnya. Tantangannya bagi gereja adalah, bagaimana menyuarakan dan memperjuangkan visi keadilan tanah di Indonesia, meneladani apa yang diperjuangkan oleh Pdt. Sugianto, yang sekarang mesti mendekam di penjara oleh karena pelayanannya. (SH)