Hidup sebagai seorang Hamba
by GPBB ·
Yohanes 13:1-20
Sebelum seseorang meninggal, seringkali dia menyampaikan “pesan-pesan terakhir” atau “testament.” Pesan-pesan ini adalah hal-hal terpenting yang ingin disampaikan kepada orang-orang yang dikasihi. Yohanes 13:1-17:26 adalah testament Tuhan Yesus kepada para murid dan kita semua (ay. 1)
Bagian ini dimulai dengan tindakan simbolik dari Tuhan Yesus yang dituliskan secara detail. Dia mengganti pakaiannya dan mengambil “seragam” seorang budak dan membasuh kaki murid-muridnya (Yoh 13:4-5). Tindakan Tuhan Yesus ini bukan hanya pesan tentang kerendah-hatian, tetapi juga merupakan rangkuman dari tujuan kedatangan-Nya ke dalam dunia. Dia rela meninggalkan kemuliaan untuk menjadi hamba dan mati di kayu salib untuk menebus dosa kita (band. Filipi 2:4-8).
Percakapan Tuhan Yesus dengan Petrus memperjelas hal ini, "Barangsiapa telah mandi, ia tidak usah membasuh diri lagi selain membasuh kakinya, karena ia sudah bersih seluruhnya. Juga kamu sudah bersih, hanya tidak semua" (ay. 10). Keseluruhan makna dari perkataan ini baru dimengerti para murid setelah kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus (ay. 8). Di kayu salib, Tuhan Yesus telah “memandikan” kita. Kematiannya menebus kita dari dosa. Bagaimana dengan membasuh kaki? D. A. Carson mengkaitkan hal ini dengan pengakuan dosa yang terus menerus kita lakukan (band. 1 John 1:9; 2:1-2; Carson, John, Pillar New Testament Commentary, 465-66 ). Kita telah ditebus dan telah bersih, hanya perlu untuk membasuh bagian-bagian tubuh yang kotor.
Lalu mengapa Tuhan Yesus mewajibkan untuk saling membasuh kaki? Yohanes 13: 14-15 mengatakan, “Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamupun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu.” Kita perlu untuk diingatkan dan saling mengingatkan siapakah kita sebenarnya. Kita adalah “yang diutus.” Kita hanyalah seorang hamba yang tidak lebih tinggi dari tuannya yang mengutus kita (ay. 16). Kita adalah hamba yang seringkali gagal dan perlu diingatkan bahwa sebagai murid Kristus, kita melayani sebagai seorang hamba. Ini adalah identitas kita.
Testament Tuhan Yesus melalui tindakan simbolis-Nya bukan sekedar mengajarkan kerendah hatian, tetapi totalitas. Seluruh hidup kita harus mencerminkan identitas seorang hamba. Kehidupan yang selalu mengutamakan Tuhan yang kita layani dan selalu sadar bahwa kita mengerjakan pekerjaan-Nya di dunia ini. Harta yang kita miliki adalah apa yang dipercayakan oleh Tuhan kepada kita untuk dikelola. Kesempatan melayani adalah anugerah bagi kita untuk menjadi saluran berkat dan kasih-Nya. Apapun yang kita kerjakan dalam kehidupan kita di pekerjaan dan pelayanan, semua itu adalah dari Dia dan milik Dia. Lalu. . . , bagaimana dengan kerendahan hati? Tentu saja! Kerendahan hati adalah trademark dari seorang hamba. (MAM)
Image courtesy by Sang Sabda