HARMONI
by GPBB ·
“Terimalah orang yang lemah imannya tanpa mempercakapkan pendapatnya. Yang seorang yakin, bahwa ia boleh makan segala jenis makanan, tetapi orang yang lemah imannya hanya makan sayur-sayuran saja. Siapa yang makan, janganlah menghina orang yang tidak makan, dan siapa yang tidak makan, janganlah menghakimi orang yang makan, sebab Allah telah menerima orang itu.” (Rm 14:1-3)
Minggu yang lalu terjadi insiden yang memprihatinkan, dimana seorang wanita berusia 31 tahun meninggal dunia setelah ditikam oleh tetangganya akibat perselisihan kebisingan suara antar tetangga di Yishun. Salah satu hal yang tidak bisa dihindari dalam kehidupan bermasyarakat, terutama di Singapura dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan lahan dan ruang privat yang terbatas, adalah give and take dengan tetangga. Perbedaan kebiasaan, gaya hidup, maupun tingkat toleransi suara sering kali menimbulkan gesekan kecil yang dapat menjadi api dalam sekam dan dapat meledak sewaktu-waktu jika dibiarkan begitu saja. Harmoni dalam lingkungan tempat tinggal kita bukan hanya soal aturan legal semata, tetapi juga kesediaan setiap individu untuk berkompromi demi kenyamanan bersama.
Hidup bergereja juga memiliki dinamikanya tersendiri. Kita datang dari latar belakang, karakter, dan kebiasaan yang berbeda-beda, sehingga gesekan dan perbedaan pandangan pasti akan muncul. Namun justru di situlah kita diajak untuk saling mengasihi dan mengalah demi tubuh Kristus yang satu. Seperti halnya dengan tetangga di sekitar rumah kita, di dalam gereja pun harmoni hanya bisa tercapai bila setiap orang rela menahan ego dan saling menerima satu sama lain, sebagaimana Kristus telah menerima kita terlebih dahulu.
Ketegangan dalam kehidupan bergereja ini dapat kita temukan, misalnya, dalam surat rasul Paulus kepada jemaat di Roma. Ada yang percaya bahwa di dalam Kristus ia sudah tidak lagi dikuasai oleh ketentuan hukum Taurat dan karena itu boleh makan segala jenis makanan walaupun ia seorang Yahudi, sementara sebagian yang lain masih belum bisa meninggalkan praktik keagamaan sebelumnya dan masih meyakini kalau ia masih perlu menjaga aturan makanan yang kosher dalam agama Yahudi. Paulus mengingatkan agar mereka tidak menghakimi satu sama lain, karena setiap orang akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah (Rm 14:12). Kisah ini menegaskan bahwa kesatuan gereja bukan ditentukan oleh keseragaman praktik, tetapi oleh sikap saling menghormati dan menahan diri demi kasih. Perbedaan dalam hal-hal yang tidak esensial harus menjadi kesempatan untuk belajar hidup bersama dalam damai dan membiarkan Tuhan yang menilai hati setiap orang. (SH)
Image courtesy by Freepik