REMEMBER AND FORGIVE
Menurut saya salah satu kesulitan terbesar dalam kehidupan ini adalah mengampuni. Banyak orang tidak lagi percaya Yesus Kristus, tidak lagi melayani Tuhan, tidak lagi mau ke gereja, mengalami banyak masalah rumah tangga dan untuk itu banyak alasan dikemukakan tetapi akar masalahnya seringkali dari tidak rela mengampuni. Mengampuni adalah satu pilihan, sehingga mengampuni bukan lagi soal tidak bisa tetapi lebih tepat adalah soal tidak mau.
Menurut para peneliti bahwa pelepasan hormon stres, kebutuhan oksigen yang meningkat oleh sel-sel otot jantung, dan kekentalan yang bertambah dari keping-keping darah, yang memicu pembekuan darah diakibatkan dari kemarahan yang meningkat. Sejalan dengan itu peluang terjadinya serangan jantung juga meningkat. Ketika marah, detak jantung meningkat melebihi batas wajar dan menyebabkan naiknya tekanan darah pada pembuluh nadi, dan oleh karenanya memperbesar kemungkinan serangan jantung. Jika diperhatikan banyak serangan jantung terjadi ketika seseorang sedang berada di puncak kemarahan, baik kemarahan yang diungkap meletup-letup ataupun kemarahan yang tidak diungkap tetapi hanya dipendam seorang diri. Menurut penelitian terakhir, para ilmuwan Amerika membuktikan bahwa mereka yang mampu memaafkan adalah lebih sehat baik jiwa maupun raga. Orang-orang yang diteliti menyatakan bahwa penderitaan mereka berkurang setelah memaafkan orang yang menyakiti mereka. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa orang yang belajar memaafkan merasa lebih baik secara batiniah dan jasmaniah. Gejala-gejala sakit punggung akibat stress, susah tidur dan sakit perut sangatlah berkurang pada orang-orang yang tulus dan mau memaafkan. Dalam bukunya, Forgive for Good (Maafkanlah demi Kebaikan), Dr. Frederic Luskin menjelaskan sifat pemaaf sebagai resep yang telah terbukti bagi kesehatan dan kebahagiaan. Buku tersebut memaparkan bagaimana sifat pemaaf memicu terciptanya keadaan baik dalam pikiran seperti harapan, kesabaran dan percaya diri dengan mengurangi kemarahan, penderitaan, lemah semangat
dan stres. Sebuah tulisan berjudul “Forgiveness” yang diterbitkan Healing Current Magazine (edisi bulan September-Oktober 1996) menyebutkan bahwa kemarahan terhadap seseorang atau suatu peristiwa menimbulkan emosi negatif dalam diri seseorang dan merusak keseimbangan emosional bahkan kesehatan jasmani mereka. Artikel tersebut juga menyebutkan bahwa orang yang menyadari setelah beberapa saat bahwa kemarahan itu mengganggu mereka dan kemudian berkeinginan mengambil langkah-langkah untuk memaafkan menjadi orang lebih baik secara emosional. Disebutkan pula bahwa meskipun mereka tahan dengan kemarahan tetapi mereka tidak ingin menghabiskan waktu hidup mereka dalam kemarahan dan lebih suka memaafkan diri mereka sendiri dan orang lain.
Semua penelitian yang ada menunjukkan bahwa kemarahan adalah suatu keadaan pikiran yang sangat merusak kesehatan manusia. Memaafkan, di sisi lain, meskipun terasa berat, tetapi terasa membahagiakan,
Sekarang kita sadar bahwa penyakit kita jangan-jangan bukan bersumber dari makanan tetapi dari dendam dan tidak mau memaafkan. Menjelang Jumat Agung dan Paskah bukankah kita tahu bahwa inti Paskah adalah Tuhan yang mengampuni. Tuhan telah memilih untuk mengampuni manusia. Jika demikian, mari kita memilih untuk mengampuni dan Tuhan akan mampukan kita mengampuni. Sekarang tinggal pilih: “Memaafkan dan Sehat atau Mendendam dan Sakit” (J.Th)