Refo500: Protestantisme dan Sektarianisme
Emo Philips, seorang pelawak dari Amerika Serikat, pernah menceritakan lelucon sebagai berikut (dengan sedikit adaptasi):
“Suatu ketika saya melihat seseorang di jembatan yang hendak melompat bunuh diri. Saya berkata, “Jangan lakukan itu!” Ia berkata, “Tidak ada yang mencintaiku.” Saya berkata, “Tuhan mencintaimu. Apakah Anda percaya pada Tuhan?” Ia berkata, “Ya.” Saya berkata, “Apakah Anda seorang Kristen atau Yahudi?” Ia berkata, “Seorang Kristen.” Saya berkata, “Saya juga! Protestan atau Katolik?” Ia berkata, “Protestan.” Saya berkata, “Saya juga! Apa denominasi Anda?”
Ia berkata, “Presbyterian.” Saya berkata, “Saya juga! Presbyterian Barat atau Presbyterian Timur?” Ia berkata, “Presbyterian Timur.” Saya berkata, “Saya juga! Presbyterian Timur Konservatif atau Presbyterian Timur Liberal?” Ia berkata, “Presbyterian Timur Konservatif.” Saya berkata, “Saya juga! Presbyterian Timur Konservatif Konsili tahun 1945 atau Presbyterian Timur Konservatif Konsili tahun 1965?” Ia berkata, “Presbyterian Timur Konservatif Konsili tahun 1965.” Saya pun berkata, “Enyahlah engkau orang sesat!” Dan saya mendorongnya dari jembatan tersebut.”
Salah satu prinsip utama Protestantisme adalah sola scriptura, dimana keutamaan otoritas Alkitab dijunjung tinggi di atas segala otoritas yang lain. Namun, di sisi lain, prinsip ini juga memunculkan dilema tersendiri, yaitu ketika ada perbedaan baik itu soal ajaran maupun praksis, dimana kedua kubu yang bertegangan masing-masing mengklaim bahwa pandangan merekalah yang sesuai dengan Alkitab. Terkadang, perbedaan ini dapat diselesaikan dengan baik, namun, tidak jarang pula perbedaan seperti ini pada akhirnya berakhir pada perpecahan di dalam gereja tersebut. Karena itu, tidak heran pula bahwa sekarang ada puluhan ribu denominasi dalam Protestantisme.
Kecenderungan sektarianisme dalam Protestantisme inilah yang diilustrasikan dalam lelucon di atas, dimana seringkali tubuh Kristus terpecah-pecah oleh karena hal yang sebenarnya tidak esensial sama sekali – walau, tentunya, dilema yang tak kalah peliknya adalah setiap gereja juga memiliki kriteria yang berbeda mengenai apa yang esensial dan apa yang tidak! Karena itu, mengikuti semangat otokritik gerakan Reformasi, sebagai umat Protestan kita ditantang bukan hanya untuk merayakan prinsip sola scriptura, namun juga untuk menghayati pengakuan iman rasuli yang kita ucapkan setiap Minggunya: “Aku percaya… kepada gereja yang kudus dan am”, yaitu, gereja yang katolik atau universal. Selamat hari Reformasi! (SH)