KECERDASAN SPIRITUAL
(image dari https://wellmind.com)
“Adapun Anak itu bertambah besar dan makin kuat rohnya.” (Lukas 1:80)
Pada tahun 2000 Danah Zorah dan Ian Marshall menulis sebuah buku yang berjudul SQ: The Spiritual Intelligence – The Ultimate Intelligence. Buku ini telah menggeser topik bahasan dari Daniel Golemen di tahun 1995 tentang Emotional Intelligence.
Kecerdasan Spritual merupakan kemampuan seseorang untuk bisa memahami makna yang terjadi di dalam hidupnya atau di lingkungan masyarakat sehingga mampu menghadapi persoalan tersebut jika terjadi pada dirinya. Kecerdasan spiritual memampukan seseorang bagaimana bersikap dan bertindak dengan bijaksana dalam mengahadapi satu masalah dalam kehidupannya. Kecerdasan tersebut nantinya akan membuat seseorang mampu menilai dirinya apakah sikap dan tindakan saya benar dan patut. Dengan demikian SQ membantu jalan hidup seseorang akan lebih bermakna dibandingkan dengan sebelumnya dan juga dengan yang lainnya. Kecerdasan Spritual sebenarnya merupakan landasan yang digunakan untuk memfungsikan Intellegent Quotient (IQ) serta Emotional Quotient (EQ) dengan efektif.
Kecerdasan spiritual nampak pada aktivitas sehari-hari, seperti bagaimana cara bertindak, memaknai hidup dan menjadi orang yang lebih bijaksana dalam segala hal. Memiliki kecerdasan spiritual berarti memiliki kemampuan untuk bersikap fleksibel, mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan, mampu mengambil pelajaran dari setiap kejadian dalam hidupnya sehingga mampu menjadi orang yang bijaksana dalam hidup.
Seseorang yang memiliki SQ, ia akan berpikir dulu baru bertindak. Ia akan berpikir apakah tindakan saya memiliki arti, maksud dan nilai, baik nilai etika ataupun nilai agama. SQ membuat manusia mampu berpikir secara integralistik dan holistic.
Kecerdasan spiritual (SQ) akan memampukan seseorang memaknai kehidupan sehingga dapat hidup dengan penuh kebijaksanaan.
Kata “makin kuat rohnya” (Lukas 1:80) menunjukan bahwa Yohanes adalah seorang yang kuat didalam Spritual Intelligence-nya. Yohanes adalah seorang nabi yang tahu dirinya, tahu kedudukannya, tahu tugasnya, tahu nilai-nilai kerohanian. Ia akan bekerja sesuai dengan kedudukan, tugas-tugasnya dan nilai-nilai kerohaniannya. Ia sadar ia hanya seorang pembuka jalan. Ia tidak pernah mau mengambil kedudukan Tuhan Yesus, padahal kesempatan untuk itu terbuka lebar (Lukas 3:15-17)
Ketika dunia berlomba-lomba untuk menjadi nomor satu dan tidak ada orang yang mau menjadi nomor dua, maka kecerdasan rohani menjadi penting. Ketika manusia tidak ada yang mau kalah dan selalu merasa menang maka kemiskinan kecerdasan spiritual sedang terjadi. Seringkali tindakan kita tidak integralistik dan holistik. Kita menjadi manusia yang hanya menekankan dan memajukan sisi jasmani belaka. Biarlah bukan hanya kita kuat dalam akal, phisik, materi, emosi tetapi juga kuat dalam spiritual. Seperti Yohanes, kuat dalam roh. (JTh)