Back to Basic
by GPBB ·
Back to Basic
- Hari orang berkesusahan buruk semuanya, tetapi orang yang gembira hatinya selalu berpesta. 15. Lebih baik sedikit barang dengan disertai takut akan TUHAN dari pada banyak harta dengan disertai kecemasan. 16. Lebih baik sepiring sayur dengan kasih dari pada lembu tambun dengan kebencian. (Ams 15:14-17)
Ada hal yang menarik dengan situasi stay at home di Singapura bagian kedua yang lebih ketat pengaturan pembatasan interaksi sosialnya. Hal-hal berikut terjadi:
- Berolah raga tidak bisa lagi di gym, tidak bisa pakai peralatan-peralatan mahal. Tidak ada lagi instruktur paling hanya bisa lihat video panduan.
- Walaupun punya uang tidak bisa lagi makan di restoran. Paling hanya bisa dibungkus atau delivery. Syukur-syukur bisa masak sendiri. Tidak ada lagi kedai yang buka untuk menjual minuman favorit orang Singpapura: bubble tea.
- Semua toko baju tutup. Tidak bisa beli baju baru dan rupanya tidak perlu juga. Bukankah di rumah buat pria paling enak pakai celana pendek dan kaus? Untuk perempuan, ya dasteran. Paling kalau mau meeting online ganti baju atasan biar agak rapian. Sepatu tidak terpakai saat ini!
- Gaya rambut, baik potongan maupun warna tidak bisa macam-macam lagi karena salon tutup, kecuali bisa melakukannya sendiri. Tetapi kan tidak pesta yang mesti didatangi dan tidak ada acara khusus yang perlu penataan rambut yang wah. Kalau perlu perawatan wajah, ya mesti lakukan sendiri.
- Mobil tidak terpakai. Tidak bisa liburan untuk pulang ke Indonesia apalagi ke tempat liburan lainnya.
Semua situasi di atas seolah memaksa kita untuk “back to basic”. Untuk melakukan hal-hal yang perlu saja. Tidak bisa berlebihan atau macam-macam seperti dulu lagi.
Tiga ayat dalam Amsal di atas menyoroti juga hal mendasar, yaitu yang pertama, kondisi hati menentukan bagaimana memandang hidup. Jika hati susah maka kita melihat kehidupan menjadi suram. Jika hati gembira, keterbatasan dan hal-hal “basic” tetap bisa membuat kita ada dalam suasana pesta. Yang kedua kondisi “sedikit barang” dalam “takut akan Tuhan” lebih baik daripada “banyak harta” tetapi dipenuhi kecemasan. Hal ini berarti membuat kita tidak menggantungkan diri pada barang dan harta, takut akan Tuhan membawa kedamaian hati dan menjauhkan kita dari kecemasan. Yang ketiga adalah belajar menikmati hal sederhana dan terbatas dikaitkan dengan hubungan kasih dan bukan kebencian. Selama hubungan kita, khususnya dengan keluarga kita di rumah baik, mestinya kita tetap bisa menikmati makanan “basic” dan hal-hal “basic” lainnya.
Satu hal yang nanti bisa kita pelajari setelah melewati masa stay at home adalah kita bisa mengatur kembali gaya hidup kita. Rupaya hal-hal basic saja cukup untuk kita hidup. Tidak perlu mewah dan berlebih. Dan semoga kita lebih menghargai pula hal-hal basic di luar materi, yaitu suasana hati yang gembira, hidup takut akan Tuhan, dan hubungan yang baik dengan keluarga karena hal-hal inilah yang memampukan kita melalui kehidupan sesulit atau seterbatas apa pun. Tuhan beserta dengan saudara semua! (Dj.H)