BAHAGIA ADALAH PILIHAN HIDUP
(Image dari www.popsugar.com.au)
Aku berkaca, dan aku kelihatan sudah tua, letih oleh kehidupan.
Aku ingin habiskan hari-hariku bersama anak-anakku, Tapi mereka punya hidup sendiri dan kebahagiaan sendiri. Aku tidak boleh kecewa kalau mereka bahagia dan aku tinggal sendiri.
Malam ini, malam kemarin dan malam esok, aku akan tetap sendiri.
Aku percaya Kau akan menolongku dari kesendirian ini (2 Desember 2010)
Puisi di atas ditulis oleh seorang Ibu, dua tahun sebelum kematiannya. Mendengar salah satu cucu ibu itu membacakan puisi pada hari penguburannya, saya pun larut dalam perasaan sedih dan kesepian yang tidak saya pahami. Kalau ibu itu masih hidup, rasanya saya ingin memeluknya dan menghiburnya. Terlintas dipikiran saya: Segala sesuatu ada masanya; ada masa untuk menangis, ada masa untuk tertawa, dstnya (Pengkotbah 3) Seorang ibu berkata bahwa itu sudah hukum alam: bahwa ketika kita tua, anak-anak akan sibuk dengan hidupnya sendiri dan hanya sesekali menemui orang tua mereka. Tidak semua orang bisa menerima kenyataan hukum alam itu akibatnya mereka menjadi tidak bahagia menjalani masa tuanya. Apakah seseorang bisa bahagia jika kondisi yang dihadapi tidak sesuai dengan keinginan? Jawabannya bisa. Memang tidak mudah, tapi bisa. Happiness is about making a choice (Bahagia adalah pilihan hidup). Apapun situasinya manusia dapat meresponinya dengan 2 pilihan: bahagia atau tidak bahagia.
Mama mertua saya di Malang, Jawa Timur adalah tokoh paling inspiratif buat saya dalam urusan memilih untuk bahagia. Di usianya yang hampir 80 tahun, dia masih hidup bahagia, banyak teman, banyak kegiatan. Hari Senin latihan line dance, hari Selasa jalan pagi, hari Rabu poco-poco, hari Kamis belajar masak di perkumpulan wanita di wihara, hari Jumat berenang (ya, dia masih kuat berenang perlahan 1 jam nonstop!), hari Sabtu menghadiri pertemuan ibu-ibu PKK dan hari Minggu beribadah di gereja. Dia tinggal sendiri bersama seorang pembantu. Anak-anak mengunjunginya 2-3 bulan sekali. Kalau anak-anak berkunjung, dia akan ijin “absen” dari kegiatan rutinnya. Padahal, dia sudah menjanda lebih dari 14 tahun. Anak-anaknya tidak ada yang tinggal se kota. Adik dan kakaknya tinggal di Jakarta. Dia hidup seorang diri, seharusnya dia kesepian, tapi kenyatannya mama mertua saya bahagia. Dia bahagia karena dia ingin menikmati hidupnya. Dia berolah raga secara rutin bersama teman-temannya sehingga punya banyak teman, kadar gula darahnya terkontrol dan bebas memakan makanan kesukaannya. Beberapa kali dia piknik bersama kelompok Warga Usia Lanjut (Wulan) di Jawa Timur. Dia bahagia karena bisa menerima kenyataan dan dengan cepat beradaptasi. Ketika suaminya meninggal, semua barang kenang-kenangan suaminya dia bagi-bagikan karena dia tidak ingin terus sedih dengan memandang barang-barang yang penuh kenangan tersebut. Dia bahagia karena dia mengambil alih kemudi hidupnya, tidak bergantung pada orang lain. Dia bahagia karena dia memilih untuk bahagia.
Jika seseorang bahagia, dia bisa menjadi berkat bagi orang lain. Ketika kita tetap tabah dan bahagia di tengah kekurangan, kita akan menjadi inspirasi dan sumber kekuatan bagi orang lain. Ketika hidup berbaur menjadi satu sebagai bagian dari hukum alam yang mendatangkan berbagai hal pada masanya, apa yang akan kita lakukan? Saya jelas ingin hidup bahagia, apa pun yang Tuhan berikan. Semoga Anda pun dapat hidup bahagia dengan segala keberadaan dan kejadian dalam hidup Anda. Selamat menjalani 2019 (J.Th hasil sharing seseorang di Jakarta)