Inside Out
Film animasi terbaru dari Pixar yang berjudul ‘Inside Out’ bercerita tentang bagaimana emosi mengendalikan psyche (kepribadian) seseorang. Emosi-emosi tersebut terbentuk sejak seseorang lahir. Tiap jenis emosi digambarkan oleh sosok individu yang berbeda bentuk dan warnanya – Joy (kuning), Anger (merah), Disgust (hijau), Sadness (biru) dan Fear (abu-abu). Memori atau ingatan digambarkan dengan bola berwarna, yang sesuai dengan warna emosi yang diwakilinya. Bola baru akan terbentuk berdasarkan pengalaman baru yang dialami oleh sang individu yang bernama Riley. Kelima emosi bertugas untuk mengatur penempatan bola-bola tersebut di kantor pusat (headquarter), dibantu dengan sebuah control panel.
Saat Riley lahir, Joy bertindak sebagai pemimpin (leader) dari emosi-emosi lainnya. Dia mengatur bagaimana suatu emosi tertentu dapat melindungi Riley. Disgust akan menjaga Riley dari kemungkinan keracunan, Fear memberikan skenario terburuk untuk membantunya mengambil keputusan, Anger melindunginya dari ancaman dan Joy membuatnya bahagia. Sayang, Joy tidak melihat kegunaan dari Sadness. Dia selalu mencegah Sadness untuk melakukan sesuatu karena kuatir hal itu berpengaruh buruk ke Riley.
Cerita bergulir tentang pengaruh berbagai emosi terhadap kepribadian seseorang. Kehidupan yang normal memerlukan kerja sama dari semua emosi tersebut. Kehilangan satu atau lebih, akan mengacaukan kepribadian. Dengan kata lain, kepribadian seseorang akan tidak stabil kalau emosi tidak lengkap. Skenario what if diceritakan dengan bagaimana kacaunya Riley ketika Joy dan Sadness terlempar keluar dari kantor pusat. Anger, Disgust dan Fear tampak canggung dan bingung. Dalam usahanya kembali ke headquarter, Joy dan Sadness menemui banyak rintangan. Diantaranya adalah hilangnya pulau-pulau ingatan akibat ketidakstabilan emosi Riley. Mereka juga bertemu dengan berbagai aspek kepribadian lainnya seperti mimpi, memory dump (bola-bola ingatan yang sudah dilupakan) dan ingatan bawah sadar (unconscious mind). Disinilah Joy mulai mengerti kegunaan Sadness – dimana Sadness berhasil mengembalikan keceriaan Bingbong (teman maya dari Riley).
Ditengah-tengah budaya Singapura (dan kota-kota besar lainnya) dimana semua insan dikondisikan untuk menjadi high achiever, tampaknya Sadness tidak mempunyai tempat. Namun film ini justru menampilkan Sadness dari sudut pandang yang lain. Dengan adanya Sadness, banyak situasi yang nampaknya mandeg malah terjadi sebaliknya. Sadness menjadi bagian integral dari pribadi seseorang. Tanpa Sadness, hidup hanyalah utopia dan tidak nyata. Sadness menampilkan kekuatan seseorang yang otentik dan rentan (vulnerable). Sadness dengan implisit menggemakan Firman Tuhan bahwa yang lemah menurut dunia justru dipakaiNya (1 Korintus 1:25). (JA)