Kesaksian Paskah, Minggu, 12 April 2015
Setelah berulang kali berdiskusi dengan pacar dan keluarga, akhirnya saya memutuskan untuk memulai proses pendaftaran S3 pada Januari 2012. Proses yang tidak mudah. Saya menjalani proses ini selama satu tahun. Bahkan sempat terlintas rasa putus asa karena hasil penerimaan yang tidak kunjung tiba. Aplikasi terakhir saya adalah pada bulan Desember 2012 tersebut, yaitu ke kampus Nanyang Technological University (NTU), tempat saya kuliah saat ini.
Waktu bergulir terus. Pada Kebaktian Jumat Agung, Maret 2013, saya memutuskan maju ke mimbar ketika diadakan sesi Altar Call. Pada waktu itu saya maju dengan membawa satu pergumulan, “Tuhan, saya ingin kuliah S3. Apakah Tuhan mengizinkan? Jika iya, Tuhan tolong berkehendak atas diri saya – di mana dan bagaimana Tuhan mau pakai saya lewat kuliah S3 ini?”
26 April 2013, Saya mendapat kabar diterima di NTU. Segera setelah itu, saya dan pacar mempersiapkan pernikahan kami dalam waktu 2 bulan. Ya, 6 Juli 2013 kami menikah. Dan 10 hari kemudian, saya meninggalkan dia guna menempuh kuliah di Singapura.
Beban meninggalkan suami, jauh dari rumah, dan beban kuliah adalah sesuatu yang berat. Tak jarang saya menangis di masa awal kuliah. Akan tetapi, melalui doa pribadi, doa dengan pasangan, dan doa dari keluarga, saya tahu Allah Roh Kudus beserta saya. Ada damai sejahtera, berkat, dan mukjizat yang saya alami di dalam perjalanan kuliah S3 ini. Keberadaan GPBB adalah salah satu berkat tersebut. Melalui kotbah para hamba Tuhan GPBB telah membuat iman saya makin bertumbuh dewasa dan kuat ketika saya jauh dari keluarga. Dan saya amat mengucap syukur untuk itu.
Jika saya boleh merangkum perjalanan S3 saya maka kisah Daud dan Goliat secara tepat menggambarkannya. Saya adalah ibarat Daud yang kecil dan S3 itu bagi saya adalah sang Goliat. Akan tetapi, satu ayat dari kisah tersebut yang selalu menguatkan saya di dalam menjalani S3 ini adalah 1 Samuel 17:37: “Pula kata Daud: “TUHAN yang telah melepaskan aku dari cakar singa dan dari cakar beruang, Dia juga akan melepaskan aku dari tangan orang Filistin itu.” Kata Saul kepada Daud: “Pergilah! TUHAN menyertai engkau.” Saya percaya saya menempuh pendidikan S3 ini dengan pimpinan Tuhan.
Selain itu, ada satu hikmah lagi dari kisah ini yang selalu menggelitik saya. Ayat 49 berbunyi, “lalu Daud memasukkan tangannya dalam kantungnya, diambilnyalah sebuah batu dari dalamnya, diumbannya, maka kenalah dahi orang Filistin itu, sehingga batu itu terbenam ke dalam dahinya, dan terjerumuslah ia dengan mukanya ke tanah.” Ayat ini berbicara kepada saya betapa Daud bukan hanya beriman, tapi juga cerdik dalam menyusun strategi, dan tentunya sebelum itu, ia rajin berlatih menggunakan ketapel. Ayat ini yang terus menggerakkan saya untuk beriman, tekun, dan cerdik dalam menjalani kuliah S3 ini.
Berbicara mengenai ketekunan, saat ini kemampuan minum kopi dan begadang saya semakin meningkat guna menyelesaikan tugas-tugas kuliah. Hal ini membuat saya mawas diri dan berpikir apakah saya sudah melewati garis batas tipis antara bekerja yang terbaik untuk Tuhan atau menjadikan studi saya sebagai prioritas segala-galanya alias berhala di dalam kehidupan ini. Kembali saya berbicara kepada Tuhan, “Tuhan, tolong ingatkan saya jika S3 ini telah menjadi berhala di dalam kehidupan saya. Dan tolong jangan biarkan hal itu terjadi.” Kiranya Tuhan Yesus saja yang dimuliakan melalui studi dan pekerjaan setiap kita. Amin. (-Anonim-)