Penyakit Jiwa
Situs berita Channel NewsAsia (CNA) baru-baru ini memuat reportase mengenai kesehatan jiwa tenaga kerja di Singapura. Berdasarkan data yang diberikan oleh Institute of Mental Health (IMH) Singapura, CNA mencatat bahwa 7% tenaga kerja Singapura memiliki riwayat penyakit kejiwaan. Namun, hanya 2 dari 10 orang yang mencoba mencari pengobatan atau terapi medis, dimana selebihnya memasang topeng dan berusaha untuk menampilkan kehidupan yang ‘normal’ seolah-olah semuanya baik-baik saja. Kita menemukan banyak kisah tragis dimana seseorang baru ketahuan mengidap depresi, misalnya, setelah orang tersebut bunuh diri. Karena itulah depresi sering disebut sebagai pembunuh diam-diam (silent killer).
Salah satu penyebab utama di balik kecilnya persentase orang yang mencari pengobatan profesional untuk masalah kesehatan jiwa adalah stigma yang melekat terhadap orang yang memiliki penyakit jiwa. Penelitian yang dilakukan oleh IMH pada tahun 2015, misalnya, menunjukkan bahwa persepsi masyarakat yang paling umum mengenai orang-orang yang menderita depresi adalah bahwa mereka merupakan orang yang lemah. Stigma ini menyulitkan orang-orang yang menderita depresi untuk mengakui bahwa mereka memang menderita depresi, apalagi di tengah masyarakat yang mengagung-agungkan kekuatan, persaingan dan pencapaian pribadi.
Penyebab lainnya adalah masih umum pandangan bahwa penyakit seperti depresi itu bukanlah penyakit yang riil, bahwa depresi itu sebenarnya hanya di ‘angan-angan’ semata. Hal ini mungkin dipengaruhi konsep dualistik antara tubuh dengan jiwa, dimana jiwa dianggap terpisah dari tubuh, dan karena itu lebih sulit untuk membayangkan penyakit ‘jiwa’ ketimbang penyakit fisik, walau sesungguhnya penyakit jiwa memiliki dasar biologis yang sama dengan penyakit fisik. Karena itu yang kita butuhkan adalah pemahaman yang lebih holistik mengenai penyakit jiwa, yaitu bahwa orang yang menderita penyakit jiwa layaknya seperti orang yang menderita penyakit fisik. Keduanya membutuhkan pertolongan medis dan tidak perlu ada stigma terhadap penyakit jiwa. Di balik keceriaan dan canda tawa persekutuan di gereja kita, siapakah yang memasang topeng di antara kita? Apakah gereja kita adalah gereja yang sehat dan terbuka terhadap orang-orang dengan penyakit jiwa? (SH)
Sumber:
[1] Derrick A. Paulo (7 April 2018). Facing depression: Working adults battle not just demons, but also stigma. https://www.channelnewsasia.com/news/cnainsider/depression-working-adults-stigma-career-employers-suicide-10113154