Skandal
(image dari www.huffingtonpost.com)
Dalam suratnya kepada Timotius, Paulus memperingatkan kepadanya bahwa ia akan menghadapi masa yang sukar, dimana ia akan bertemu dengan orang-orang yang mencintai dirinya sendiri, menjadi hamba uang, lebih menuruti hawa nafsu daripada menuruti Allah, dan berbagai karakter yang buruk lainnya seperti yang dimuat di 2 Timotius 3:2-4, bagian dari nats Alkitab hari ini. Ayat-ayat ini sering dijadikan sebagai rujukan mengenai orang-orang yang akan dihadapi oleh umat Kristen di dunia ini, walau ada juga yang berpendapat bahwa ayat-ayat ini merujuk kepada sebagian umat Kristen itu sendiri, terlebih lagi jika kita membaca bagaimana sebenarnya orang-orang ini “secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya.” (2 Tim 3:5)
Pada kenyataannya sendiri kita memang menemukan bahwa umat Kristen tidak kebal terhadap berbagai karakter buruk di 2 Tim 3:2-4 ini. Baru-baru ini, misalnya, kita membaca berita dari kasus pelecehan seksual di paroki-paroki Gereja Katolik Roma di Pennsylvania, Amerika Serikat, dimana Mahkamah Negara Bagian Pennsylvania menyampaikan laporan investigasi panel jurinya yang menemukan bahwa lebih dari seribu anak telah dilecehkan oleh imam-imam di paroki-paroki ini selama 70 tahun terakhir. Dan, bukan hanya itu saja, namun laporan ini juga merincikan bagaimana gereja secara aktif & sistematis berusaha menutup-nutupi berbagai kasus ini supaya tidak muncul ke ranah publik.
Skandal seperti ini tidak terjadi hanya di satu gereja tertentu saja. Seluruh anggota majelis jemaat dan juga pendeta senior di Willow Creek Community Church, sebuah megachurch di Chicago, Amerika Serikat, baru-baru ini juga mengundurkan diri oleh karena merasa telah gagal di dalam menangani kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh Bill Hybels, pendiri dan mantan pendeta senior gereja tersebut, dimana mereka mengakui bahwa mereka sebelumnya terlalu percaya terhadap Hybels yang mengakibatkan mereka tidak menangani kasus ini dengan serius, bahkan cenderung lebih membela Hybels ketimbang mencoba mendengar perempuan-perempuan yang telah dilecehkan oleh Hybels.
Berbagai kasus ini sesungguhnya adalah peringatan bagi kita semua, agar kita memperlakukan skandal-skandal moral yang terjadi di dalam gereja dengan serius dan tidak menutup-nutupinya begitu saja, apalagi sampai mencari pembenaran atasnya. Sangat ironis jika justru ‘dunia’ yang menanggapi skandal-skandal moral ini dengan lebih serius ketimbang gereja. Tulisan Paulus kepada Timotius masih bergema bagi kita semua pada saat ini: Apakah kita secara lahiriah menjalankan ibadah kita, namun pada hakekatnya kita memungkiri kekuatannya? Ya Tuhan kasihanilah kami! (SH)