ESKATON
Peristiwa teror di Surabaya dan beberapa tempat lainnya di Indonesia minggu lalu menohok kita semua. Peristiwa minggu lalu menandai pertama kalinya di Indonesia pelaku bom bunuh diri melibatkan anak-anaknya sendiri dalam melakukan aksi terornya. Modus operandi seperti ini mengusik hati nurani kita, dimana kita pun bertanya-tanya hal apakah yang dapat memungkinkan orangtua untuk meledakkan bukan saja dirinya sendiri namun juga anak-anaknya untuk membunuh orang lain.
Dalam penelitiannya ke kelompok-kelompok radikal berbagai agama yang kemudian dipublikasikan dalam bukunya Terror in the Mind of God: The Global Rise of Religious Violence (2003), akademisi agama-agama Mark Juergensmeyer menyimpulkan bahwa terorisme berbasis agama seyogyanya dilihat dari terang pemahaman mengenai akhir zaman (eskatologi, dari kata eschaton yang berarti ‘akhir’). Para pelaku melihat diri mereka sebagai bagian dari perang berskala kosmik, antara Allah atau ilah yang mereka yakini dengan kuasa Iblis itu sendiri. Dengan demikian, para pelaku memahami bahwa mereka akan menjadi sarana ilahi untuk mendatangkan akhir zaman itu dengan melakukan tindakan tindakan teror, sekalipun hal tersebut akan merenggut nyawa mereka sendiri. Nyawa mereka akan menjadi persembahan kepada yang ilahi demi datangnya akhir zaman atau Eskaton.
Orientasi yang berlebihan terhadap akhir zaman ini tidak eksklusif di agama tertentu saja. Kelompok fundamentalis-dispensasionalis Kristen di Amerika Serikat, misalnya, juga banyak mencocok-cocokkan teks Alkitab (terutama kitab Wahyu) dengan peristiwa sejarah saat ini, untuk mengetahui apakah akhir zaman memang sudah dekat. Karena itu, kelompok ini pula yang paling mendukung kebijakan Presiden Donald Trump yang memindahkan kedutaan besar Amerika Serikat di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem sebagai wujud pengakuan ibu kota Israel yang sejati. Mereka tidak peduli bahwa kebijakan ini hanya akan mengakibatkan semakin sulitnya perdamaian terjadi di Timur Tengah. Yang mereka peduli adalah hal ini akan semakin mendekatkan datangnya akhir zaman, dimana mereka meyakini bahwa salah satu tanda datangnya akhir zaman adalah Allah akan memulihkan Israel, yang kemudian diinterpretasikan merujuk kepada Israel sebagai negara modern (nation state) saat ini.
Hal ini menggarisbawahi bagaimana pemahaman eskatologi kita akan mempengaruhi bagaimana kita hidup saat ini. Pemahaman yang keliru mengenai akhir zaman dapat mendorong perilaku yang tidak sehat (seperti jemaat di Tesalonika yang bermalas-malasan karena mereka berpikir toh akhir zaman sudah dekat) sampai yang berbahaya (bom bunuh diri). Bagaimanakah Anda memahami akhir zaman itu sendiri, dan bagaimanakah pemahaman tersebut memengaruhi hidup Anda saat ini? (SH)