Kotbah Petrus di Serambi Salomo (Kisah Para Rasul 3:11-26)
by ADMIN · Published · Updated
09-Feb-2020
Pengenalan yang benar terhadap Tuhan Yesus menentukan respons yang tepat kepada-Nya dan kepada situasi hidup kita. Pemahaman yang salah memberikan reaksi yang salah. Misalnya orang-orang Yahudi beribadah tapi mereka berteriak salibkan Yesus. Ketika Petrus dan Yohanes masuk ke Bait Allah, orang lumpuh yang telah disembuhkan terus mengikuti mereka sehingga orang banyak mengerumuni mereka. Dalam kotbahnya, Petrus mau mengungkapkan 5 aspek tentang siapa Tuhan Yesus:
A. Yang Kudus (ayat 14) [the Holy]
Bahasa Yunani yang dipakai ialah ‘hagios’, untuk menunjukkan bahwa Yesus terpisah dari segala sesuatu yang berdosa. Istilah ini digunakan untuk merujuk Diri Allah sendiri.
B. Yang Benar (ayat 14) [the Righteous]
Bahasa Yunani ‘dikaiosune’ merujuk kepada moralitas yang sempurna. Bukan hanya murid-murid yang mengatakan bahwa Yesus tidak berdosa, tetapi Pilatus bahkan kepala pasukan mengatakan bahwa Yesus tidak memiliki kesalahan apapun.
C. Pemimpin kepada Hidup (ayat 15) [Author of Life]
Bahasa Yunani ‘archegon’, bandingkan dengan permulaan kitab Kejadian dan Injil Yohanes (‘arche’). Yesus adalah awal dari segala sesuatu. Ia bukan hanya hidup, tetapi awal dari sumber segala kehidupan.
D. Mesias (ayat 18), Kristus (ayat 20) [Christ]
Bahasa Yunani ‘Kristos’ menunjukkan bahwa Tuhan Yesus adalah pribadi yang sudah ditetapkan menjadi korban pendamaian yang telah ditentukan Allah, telah dipredestinasi oleh Allah (Roma 3:25). Ini membantah pengajaran Historical Jesus seperti yang diajarkan Bart Ehrman yang mengatakan Yesus adalah manusia biasa tapi dipuji dan dijadikan Tuhan.
E. Hamba-Nya (ayat 26) [Servant]
Dalam bahasa Ibrani disebut ‘Ebed Yahweh’. Ini adalah gema dari apa yang dikatakan di perjanjian lama bahwa Allah akan bekerja memulihkan umat pilihan-Nya melalui hamba Allah yang berkenan kepada-Nya.
Siapa mereka (orang-orang Yahudi) yang mendengar kotbah itu? Mereka adalah orangorang yang terbiasa beribadah di Bait Allah, orang-orang yang sangat religius tapi tidak memahami Yudaisme dengan mendalam. Banyak dari mereka yang hidup dalam kesederhanaan bahkan kemiskinan tetapi memiliki jiwa nasionalis dan agamis. Di tengah kotbahnya, Petrus mengatakan, justru untuk orang-orang itu, Tuhan Yesus mati disalib. Banyak yang bertobat di pasal 4 tapi sayang para pemimpin agama tidak bertobat.
Bagaimana respon kita? Ketika kita melihat ke dalam gereja, keluarga, bisnis, pekerjaan, studi, dan pelayanan kita, apakah kita betul-betul punya hati dan relasi dengan Tuhan Yesus?
Points to ponder:
1. Apakah kehidupan iman saya menghadirkan kuasa dan kasih Allah kepada sesama?
2. Ataukah saya saat ini sedang merasa kering tapi tampak seolah-olah gemerlap seperti bait Allah Herodes?
3. Bagaimana saya dapat lebih sering melibatkan Yesus dalam aspek-aspek hidup saya? (Pr. Yudi Jatmiko)