Hidup Tanpa Pamrih (Kisah Para Rasul 6:1-7)
by GPBB · Published · Updated
Hidup Tanpa Pamrih (Kisah Para Rasul 6:1-7)
24 Mei 2020
Setelah peristiwa Ananias dan Safira, Allah meneguhkan kesaksian para rasul dengan tanda dan mukjizat (Kis 5:12-16), Sanhedrin gelisah dan memenjarakan kedua rasul, namun Tuhan melepaskan kedua rasul ini tanpa membuka kuncinya, dan kembali mereka bersaksi di bait Allah. Sanhedrin melarang mereka bersaksi, namun atas nasihat Gamaliel, kedua rasul itu dibebaskan (Kis 5: 26-40). Rasul-rasul menyambut penderitaan ini dengan sukacita dan setiap hari mengajar dan memberitakan Injil, baik di rumah-rumah maupun di bait Allah. Pelayanan yang dilakukan dengan sukacita dan ketekunan ini disertai dengan kuasa Allah, sehingga jumlah murid semakin bertambah (Kis 6:1).
Kemudian muncullah masalah di gereja: sungut-sungut muncul di antara orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani terhadap orang-orang Ibrani karena ‘pembagian’ kepada janda-janda mereka diabaikan dalam pelayanan sehari-hari. Ini adalah problem diakonia dan kebutuhan sosial antara dua kelompok Hellenistic Jews (Grecians) dan Hebraic Jew dalam satu komunitas besar. Problem ini kemungkinan bukan karena kesengajaan tetapi karena belum ada struktur administrasi rapi dan juga karena faktor bahasa. Ada poin positif yang kita bisa amati, karena sungut-sungut sampai kepada perhatian para pimpinan gereja, yang menandakan ada keterbukaan dan sikap menerima terhadap sekelompok jemaat. Tidak semua gereja di masa kini bisa seperti itu.
Gereja mula-mula terbuka terhadap kebutuhan sekelompok jemaatnya dan memberikan solusi. Para rasul tidak puas jika melalaikan firman Allah demi melayani meja, sehingga para rasul mensarankan untuk memilih tujuh saudara sebagai solusi administrasi dan delegasi (ayat 3). Pilihlah tujuh saudara dengan karakteristik sbb:
- Terkenal baik (karakter): yaitu orang yang punya reputasi baik karena karakternya.
- Penuh Roh (spritualitas): hidup berdasarkan firman Tuhan dan buah Roh nyata dalam hidupnya
- Penuh hikmat (wisdom): bukan saja punya pengetahuan luas tetapi mampu menerapkan nya dalam situasi tepat sehingga membawa berkat kepada sesama.
Dengan memilih tujuh saudara dengan karakteristrik seperti di atas, para rasul dapat memusatkan pikiran dalam doa dan pelayanan Firman (ayat 4). Sehingga dipilihlah Stefanus, Filipus, Prokhorus, Nikanor, Timon, Parmenas, dan Nikolaus (ayat 5). Hal ini bukan cuma berlaku di pelayanan, tetapi Tuhan juga mau kita punya karakter seperti di atas di dalam kehidupan kita, karena karakter-karakter ini menghadirkan kuasa Allah yang memberikan dampak yang nyata di dalam kehidupan kita.
Kehidupan gereja yang berpengaruh memiliki dampak konkrit dalam kehidupan: Firman Allah makin tersebar (ayat 7a), pertambahan jumlah murid (bukan sekedar simpatisan) (ayat 7b), dan membawa jiwa kepada Kristus (ayat 7c). Disini kita melihat kehidupan yang punya Kuasa Allah (power) memberikan dampak yang besar.
Ketika Allah hendak mengubah masalah menjadi berkat, seringkali solusinya dalam diri kita masing-masing: sebuah hati yang menyambut sesama, sebuah kehidupan yang berdampak (karakter, spritualitas, dan hikmat), dan sebuah ketaatan sederhana.
(Pr. Yudi Jatmiko, M.Th)